Thursday, January 20, 2022

Ada yang Tumbuh, Tidak Subur walau Kerdil, Tidak Mati dan Masih Ada


 

Selama ini saat membicarakan patriarki kita seringkali berpikir bahwa ini berhubungan dengan keadaan perempuan yang ditekan, yang tidak dibiarkan bebas, tidak diberi kesempatan yang sama untuk berkembang atau mengaktualisasikan dirinya.

Di saat yang sama, kondisi-kondisi tadi seringkali juga ditampakkan dengan visualisasi yang seakan membagi perempuan menjadi dua golongan, yaitu perempuan yang pusat kegiatannya di rumah (identik dengan pekerjaan domestik) juga dengan perempuan yang pusat kegiatannya di luar rumah (identik dengan pekerja di sektor formal).

Pada kenyataannya, patriarki nggak selalu muncul dalam bentuk-bentuk yang senyata itu. Bentuknya bisa sangat abstrak, se-abstrak pikiran dan perasaan. Ibarat tanaman, patriarki tumbuh, tidak subur tapi kerdil, tidak mati tapi ada. Kenapa tidak hilang? Karena ternyata yang mewariskannya nggak hanya dari kaum adam saja lho, tetapi juga oleh para perempuan yang nggak sedikit juga memegang teguh budaya ini.

Salah satu impian saya adalah punya keluarga dengan relasi yang setara dalam hal menunaikan hak dan kewajiban. Namun, terlanjur tumbuh dengan nilai-nilai patriarki ternyata membuat saya cukup sulit beradaptasi lho.

Sebuah contoh, pada hubungan relasi suami dan istri yang setara, tidak ada yang salah dengan kesetaraan pembagian kerja baik domestik dan non-domestik. Secara teori, bisa dibilang saya sudah lulus untuk hal yang itu. Namun pelaksanaannya? Hehe ternyata nggak semudah itu. 



Terlanjur tumbuh  dengan nilai-nilai, “urusan kamu di rumah, setinggi apapun kamu bisa ini-itu di luar rumah, urusan kamu tetap di rumah” atau “kamu bisa ini-itu, tapi jangan sampai pekerjaan rumah dipegang suami” ternyata bikin saya selalu merasa bersalah setiap kali pasangan kedapatan nyapu atau cuci piring saat saya masih meeting.

Padahal, ya nggak apa-apa juga. Rumah berdua, yang tinggal berdua, yang ngotorin berdua, nggak ada salahnya kalau pasangan juga menjaga kebersihan. Masalahnya budaya patriarki membuatnya seakan pekerjaan domestik menjadi deadlock, tugas utama perempuan, sementara jika laki-laki yang mengerjakannya menjadi terasa sebagai suatu hal yang istimewa.

Begitu juga saat perempuan berhasil mencapai titik tertentu di luar rumah, seringkali ini juga sesuatu yang dianggap istimewa, padahal hal ini bisa lho dianggap hal yang sudah semestinya. Sayangnya, patriarki yang mengakar membuat seakan jalur hidup untuk perempuan dan laki-laki juga sudah ditentukan.

Misalnya, sudah semestinya baik perempuan dan laki-laki punya kesempatan yang sama untuk berprestasi tanpa dibebankan stereotip tertentu, namun keadaannya saat ini untuk contoh yang paling banyak digunakan saja, saat perempuan memilih melanjutkan studi hingga ke jenjang yang lebih tinggi akan mendapat pernyataan "Buat apa sekolah tinggi-tinggi" atau "Jangan sampai ngelebihin laki-laki". Di waktu yang sama, hal ini juga dirasakan laki-laki saat memilih jalan yang jauh dari kata maskulin seperti, punya hobi masak, suka desain pakaian hingga memutuskan menjadi Ayah Rumah Tangga (coba deh main ke akun Instagram kak @annisast).

Ini bikin saya mikir sih, ternyata mewujudkan keluarga yang setara itu nggak hanya secara fisik dengan adil menjalankan hak dan kewajiban saja, bahkan ini baru membahas pekerjaan-pekerjaan domestik, urusan yang notabene masih berada di dalam rumah. Pasti di luar sana akan jauh jadi lebih kompleks. Ternyata rangkaian perwujudan keluarga yang setara dimulai dari bagaimana pola pikirnya. Kalau kata Eyang Pramoedya Ananta Toer, “Adil sejak dalam pikiran”.

Kembali ke pola hubungan pasangan, saya pribadi nggak mau kalau hubungan jadi terasa dingin karena pada akhirnya semua dianggap "sudah seharusnya". Untuk itu, perlu juga sih apresiasi secara langsung sebagai bentuk afirmasi terhadap pasangan. Bentuknya bisa apa saja ya, sesuai dengan bahasa cinta masing-masing.

Di akhir tulisan ini, saya akan mengucapkan terima kasih kepada pasangan saya karena mau bekerja sama dan juga ingin sama-sama mewujudkan keluarga yang adil dan setara.


Salam,



No comments:

Post a Comment