Human Acts dari Han Kang adalah buku yang aku pilih di akhir bulan Juni, bukunya memang sudah lama ada di TBR-ku. Satu hal yang aku tahu, topik yang diangkat di buku ini yaitu pemberontakan Gwangju. Sedikit pengantar, tragedi Gwangju merupakan salah satu tragedi kelam dalam sejarah demokrasi Korea Selatan. Pemberontakan terjadi antara kelompok mahasiswa, pelajar dan masyarakat sipil dengan tentara di bawah kepemimpinan Presiden Chun Doo Hwan. Pemerintah Korea Selatan mengklaim korban tewas dari peristiwa tersebut berjumlah 200 orang dengan mayoritas merupakan warga sipil. Namun, para ahli dan sejarawan memperkirakan korbannya sekitar 600-2.300 jiwa.
Untuk yang suka nonton film, aku rekomendasikan salah satu film berdasarkan cerita nyata dengan latar kejadian pemberontakan Gwangju, A Taxi Driver (2017). Tapi, kali ini kita akan bahas tentang buku dari Han Kang dulu, ya.
Sekarang, saatnya siapkan minuman hangat, camilan, duduk nyaman dan selamat datang di terasku.
Sinopsis
Pada bulan Mei 1980 di Korea Selatan terjadi pergolakan hebat oleh masyarakat Gwangju terhadap rezim diktator Chun Doo Hwan. Cerita dimulai ketika Dong Ho mencari sahabatnya Jeong Dae saat bergabung dalam solidaritas dan kemanusiaan di tengah mencekamnya situasi kantor Pemerintah Daerah Provinsi.
Alur Human Acts bergerak maju dan menyatu dengan latar situasi yang terjadi saat itu, menghasilkan pengalaman-pengalaman personal dari sudut pandang beberapa tokoh. Setiap babnya menceritakan tentang orang-orang yang menjadi korban kebiadaban rezim. Dari anak-anak yang bisa mewujudkan mimpi-mimpinya karena takdir atas dirinya sudah "diputuskan" oleh tentara, pembredelan dan sensor pada buku dan karya seni, kengerian yang terjadi dalam sel-sel gelap tahanan politik hingga duka yang diemban ibu yang kehilangan buah hatinya.
Setiap pengalaman yang diceritakan oleh Han Kang dalam novel Human Acts merupakan representasi pengalaman kolektif dari masyarakat Gwangju. Ironisnya bahkan saat rezim berhasil tumbang, trauma yang diemban tak lantas hilang.
Kesan
Human Acts adalah buku yang berat untuk dibaca, setidaknya untukku. Terlebih mengingat ini diceritakan berdasarkan tragedi bersejarah yang memilukan. Bukan hanya sekali aku berharap apa yang aku baca ini nggak terjadi. Tapi, bahkan Han Kang sendiri muncul di bab terakhir untuk mengonfirmasi kejadian yang terjadi dan bersinggungan dengannya. Sedih sekali rasanya tiap kali sampai di bagian akhir babnya.
Setiap bab menceritakan tokoh yang berbeda yang pernah bersinggungan dengan Dong-Ho. Orang-orang ini adalah sahabat Dong Ho, editor, tahanan politik, pekerja pabrik dan ibu Dong Ho. Bagiku orang-orang yang menjadi pusat cerita di setiap bab ini adalah potret masyarakat Gwangju yang masih terus berjuang untuk bertahan hingga saat ini.
Han Kang mengemas setiap bab dengan sudut pandang yang beragam, beberapa bab menggunakan sudut pandang orang pertama, kedua dan satu bab dengan sudut pandang orang ketiga. Penggunaan sudut pandang orang pertama dan kedua dalam buku ini membuat pengalaman selama dan sesudah tragedi di bulan Mei 1980 itu terasa sangat dekat.
Dampak dari kebrutalan rezim dan aparat tidak hanya dirasakan oleh mereka yang berpulang di masa itu. Salah satu hal yang paling memuakkan buatku adalah bagaimana perlakuan negara terhadap masyarakat yang seolah tidak ada harganya. Bahkan, mereka yang tidak ada sangkut pautnya pun ikut menjadi korban. Sakit sekali rasanya membaca salah satu bagian buku yang menceritakan bahwa korbannya adalah seorang ibu yang tengah hamil besar.
Han Kang menegaskan bagaimana luka masyarakat Gwangju tidak sembuh walau rezim sudah tumbang. Bagi mereka yang selamat, mereka terus hidup dalam survival mode, di mana kebiasaan saat berada di sel secara tidak sadar masih dilakukan, tidur dalam bayang-bayang mimpi buruk penyiksaan, dan ruang kosong yang tercipta setelah ditinggal yang terkasih.
Buku Ini Mungkin Cocok untuk...
Buatku ini buku yang berat karena nuansa kelam yang dibawanya, sepanjang membacanya aku seperti sedang naik rollercoaster yang terus terjun. Ini buku pertama di tahun 2025 yang membuatku menangis sesegukkan. Buat kamu yang menyukai fiksi sejarah, fiksi politik dan literasi sastra, buku ini bisa jadi cocok untuk kamu.
Namun, di luar dari faktor ketertarikan genre, menurutku buku ini penting untuk dibaca. Harapannya, kita bisa lebih sadar akan dampak dari rezim diktator yang berkuasa.
Penutup
Human Acts memberikan perspektif tentang pemberontakan Gwangju yang mencekam, bahkan terornya masih terus hidup dalam diri masyarakat yang bersinggungan dengan tragedi itu, atau bahkan hanya dengan mengingat nama "Gwangju".
Human Acts adalah kumpulan pengalaman kolektif dari pihak-pihak yang berada di bawah rezim represif, masyarakat yang tak bersalah, media yang dibredel, karya seni yang dibatasi, tahanan politik yang disiksa psikis dan fisiknya, orang-orang yang kehilangan dan mereka yang terus menuntut keadilan.
Human Acts menunjukkan betapa manusia memiliki sisi yang lembut nan rapuh seperti kaca, bisa disatukan dalam nama kemanusiaan dan solidaritas.
Itu tadi kesanku saat membaca Human Acts. Buat kamu yang sudah membaca bukunya, apa yang paling menarik buatmu? Apa yang paling membekas? Buat yang belum baca, tertarik untuk baca? Share di kolom komentar, ya!
Panjang umur perjuangan,
0 comments