Habis membaca Babel, aku terjebak dalam reading slump! Rasanya susah banget untuk memulai bacaan baru. Akhirnya, suatu hari, secara iseng pula, aku coba baca buku klasik yang dari segi cerita, sepertinya cukup ringan.
Pilihanku jatuh pada Little Women (1868) oleh Louisa May Alcott. Ini buku yang sudah lama aku simpan setelah aku dapatkan secara gratis di Amazon Kindle. Sebelum membaca, aku pikir, aku sudah cukup kenal jalan ceritanya karena toh sudah pernah menonton versi adaptasi filmnya. Tapi, tentu saja beda media, beda gaya penyampaian, di beberapa hal aku mendapatkan sudut pandang yang berbeda juga. Aku ceritakan lebih detail, ya!
Sinopsis
Bercerita tentang empat bersaudara dari keluarga March di masa perang saudara di Amerika. Saat membaca buku ini, kita akan diajak untuk melihat bagaimana kehidupan keluarga ini saat ayah mereka harus pergi ke medan perang.
Buku ini banyak mengeksplorasi topik-topik tentang cinta, persaudaraan, keluarga, moral dan pertumbuhan dari empat bersaudara Meg, Jo, Beth dan Amy di tengah kondisi yang serba kekurangan.
Tema
Photo By @msfoxfeather |
Buku ini termasuk dalam tema coming of age, karena kita memang diajak untuk melihat kehidupan masa muda hingga menjadi dewasa dan perkembangan karakter dari empat bersaudara ini. Aku suka bagaimana Louisa menceritakan mereka ini sebagai sosok-sosok yang nggak sempurna, yang melakukan kesalahan, namun juga belajar darinya.
Sosok-sosok yang masih belajar itu terlihat di momen-momen seperti saat Meg berusaha berdandan menjadi seseorang yang bukan jati dirinya. Jo yang harus menerima keputusan Aunt March untuk tetap tinggal dan nggak diajak ke Eropa karena ulahnya sendiri. Beth yang berusaha dan memberanikan dirinya untuk mengucapkan terima kasih secara langsung pada Mr. Laurence. Amy sebagai anak terkecil dalam keluarga mereka yang biasa menerima banyak kemudahan, namun akhirnya berusaha belajar tekun dan mandiri saat harus tinggal di kediaman Aunt March. Bahkan Marmee, sosok bijaksana dalam cerita keluarga March, yang belajar mengendalikan amarahnya.
Refleksi Personal
Little Women adalah buku yang memberikan rasa nyaman untuk dibaca saat sedang lelah, karena rasa aman yang diberikan dalam keluarga March memang menular ke pembacanya, sehingga membuat siapa saja serasa sedang "dipuk-puk".
Aku pribadi baru pertama kali membaca buku ini. Di umur yang menuju 30 dan juga sudah punya anak, rasanya seperti menerima surat cinta dari ibu setiap kali sampai di bagian Marmee yang memberikan nasihat-nasihat tentang kehidupan untuk anak-anaknya. Sebagai orang dengan love language berupa words of affirmation, membacanya serasa dipeluk. Namun, di sisi lain, aku jadi berpikir, ternyata buku yang dirilis 150-an tahun yang lalu ini, masih punya nilai-nilai pengasuhan yang relevan untukku.
Buatku ini jadi pengalaman personal yang menghangatkan hati. Koneksi yang dibangun Marmee dengan anak-anaknya kurasa jadi salah satu aspirasiku yang juga seorang ibu untuk anakku. Ini juga mengingatkanku dengan sosok Mama yang kerap menyatakan cintanya lewat makanan. Di setiap momen melelahkan ada makanan yang membuat perut nyaman dan tidur lebih nyenyak. Walau sekadar nasi hangat dan telur ceplok dengan kecap manis. Sebuah bukti, cinta ibu bisa tumbuh dan tersalurkan dalam berbagai bentuk.
Dengan karakter yang beragam, Louisa meninggalkan pertanyaan bagi para pembaca, bagaimana jika perempuan punya ambisi dan ingin melakukan hal-hal di luar peran hasil konstruksi masyarakat di sekitarnya? Sambil menulis bagian ini, aku teringat sosok Jo dan Amy. Jo yang ingin menjadi penulis, sementara Amy ingin menjadi seorang pelukis dan menikahi seseorang yang punya kehidupan yang lebih baik dibandingkan dengan keluarganya.
Louisa juga menunjukkan sisi lain saat keputusan dan kesiapan itu juga diserahkan pada perempuan untuk memilih. Bahkan saat mereka memilih untuk hidup dan menjalani peran tradisional sebagaimana yang dilakukan Meg dan aspirasi yang diungkapkan Beth, mereka tetap dapat merasakan kebahagiaan.
Bayangkan, narasi ini dikeluarkan di tahun 186, di tengah masyarakat yang menjunjung nilai-nilai tradisional. Louisa justru hadir dengan perspektif yang progresif tentang kebutuhan perempuan untuk memilih sendiri jalan hidupnya dibandingkan sekadar mengikuti jejak-jejak konvensional. Perempuan bisa memilih misalnya untuk punya ambisi dan passion untuk dikejar dan sama baiknya dengan mereka yang memutuskan untuk melangkah menuju kehidupan pernikahan. Setelah melewati 3 abad, ternyata perempuan saat ini pun masih memperjuangkan apa yang saat itu diperjuangkan anak-anak di keluarga March.
Photo by cinnamoncappucino |
Bagian menarik lainnya tentu saja romansa yang dijalin oleh March Sisters ini. Rasanya aku paling tersentuh saat membaca bagian Meg dan John Brooke. Gemas sekali! Lalu tentu saja, Jo dan Laurie. Mungkin, karena aku sudah lebih dulu menonton film Little Women arahan Greta Gerwig (2019), bagian ini sudah nggak lagi membuatku terkejut dan menyayangkannya, ya. Tapi, rasanya seperti mendapatkan closure yang nggak bisa aku tangkap saat menonton film.
Selanjutnya, Amy dan Laurie. Novelnya menurutku menceritakan perkembangan karakter Amy secara lebih adil. Aku suka sekali perkembangan karakter Amy di novel, dari yang sebelumnya tumbuh sebagai anak terkecil di keluarganya hingga menjadi sosok yang tekun, pembelajar, bisa menempatkan diri dan sisi romansa yang terbangun dengan Laurie pun terasa lebih natural.
Walau begitu, aku merasakan resonansi yang lebih dekat justru pada Meg. Mungkin juga karena posisinya lebih dekat dengan situasiku saat ini, ya.
Buku Ini Mungkin Cocok untuk...
Walau buku ini punya genre young adults, menurutku bukunya cocok dibaca siapa saja(mulai 10 tahun ke atas). Setiap kali membacanya kamu akan mendapatkan pengalaman yang berbeda. Bisa jadi, di umur 20 saat membaca kamu akan jatuh cinta dengan sosok Jo dan ambisinya, tapi siapa yang tahu 10 tahun lagi, justru Meg yang terasa paling dekat?
Kalau kamu sedang lelah, butuh nasihat ibu, ingin diberikan afirmasi positif dan mungkin juga baru saja melakukan sebuah kesalahan, saatnya kamu baca buku ini.
Penutup
Sebagai penutup, aku mau kasih beberapa kutipan dari Marmee di buku Little Women. Hope this kindness always finds us everywhere!
“My Jo, you may say anything to your mother, for it is my greatest happiness and pride to feel that my girls confide in me and know how much I love them.” —Marmee
“Right, Jo. Better be happy old maids than unhappy wives, or unmaidenly girls, running about to find husbands,” —Marmee
“Then let me advise you to take up your little burdens again, for though they seem heavy sometimes, they are good for us, and lighten as we learn to carry them. Work is wholesome, and there is plenty for everyone. It keeps us from ennui and mischief, is good for health and spirits, and gives us a sense of power and independence better than money or fashion.” —Marmee
“Criticism is the best test of such work, for it will show her both unsuspected merits and faults, and help her to do better next time. We are too partial, but the praise and blame of outsiders will prove useful, even if she gets but little money.” —Marmee
Untukmu yang mau membaca buku ini, selamat membaca surat cinta dari Ibu,
Ibu Baca Buku,