Obrolan Teras
  • Beranda
  • Tentang Teras Saya
  • Self-Growth
    • Tumbuh
    • Ruang Kontemplasi
    • Sudut Pandang
    • English Pages
  • Relationship
    • Marriage Life
    • Motherhood
  • Ulasan
    • Supporting Kit
    • Ibu Baca Buku
    • Cerita dari Layar
  • Kontak
Spot di Taman Langsat

After sharing my activities a few times whenever my family and I went to the park, I think it's time to dedicate a post to it.

Before becoming a mom, I was someone who preferred indoor activities like staying at home, visiting friends, or spending time at cafés. I wouldn't call myself an outdoorsy person.

Yet, becoming a mom changed everything. Still a homebody myself, but now, I want to give my baby as many outdoor experiences as possible, and one of the most accessible options for me is going to the park. Strangely enough, I’ve come to like it. No, love it.

A Whole New Perspective

Pepohonan di Taman Puring Jakarta Selatan

I used to think a park was just a park. It was nothing more than a pretty addition to some empty space with environmental intentions. I know, forgive my ignorance.

It took motherhood to make me see it differently. A park, as a public space, should be a safe haven for people to gather, foster a sense of community, support children’s growth, or simply rest.

Now, I see parks as something society genuinely needs. They should be inclusive spaces for everyone. I realize how much public spaces like parks support me as a middle-class mother who doesn’t prioritize visiting exclusive (and often expensive) parks. I never imagined that a public park which developed and maintained by local authorities, could lead me to reflect on how the government supports its people.

For me, parks have become places to expose my baby to the community by showing him the diversity of people with different backgrounds, professions, ages, etc. They’re also my spaces to unwind, refresh my mind after days of house chores, read a few pages, and connect with nature through the trees, the morning breeze, or the sound of birds chirping. A truly well-spent morning.

One More Thing to Unlearn

Spot di Taman Puring Jakarta Selatan

There was a moment when I saw a mother with her newborn at the park. My first thought was, “Why would she bring her baby here? It’s not safe! The pollution, the smokers, the loud noise from sound systems, why?!”

Then, something snapped inside me. A different question arose:

Why can’t she?

Why can’t she visit a place that’s supposed to be inclusive for all?

Why should she worry about smokers in a space where they shouldn’t even be?

Why can’t a public park be her safe space to enjoy fresh air and sunlight with her baby?

At that moment, I realized I wasn’t being fair. That mother deserved to experience the joy of going out with her baby and enjoying the morning breeze. 

But instead of questioning the systems and policies that allow these challenges to persist, it’s easier to blame individuals. It’s easier to judge someone as irresponsible or selfish rather than address the underlying issues that shape their choices.

Wow, this post got political, didn’t it? But then again, what isn’t political? Everything is.





Bulan Maret kemarin rasanya lini masa dipenuhi dengan obrolan seputar When Life Gives You Tangerines (WLGYT). Serial ini katanya memang banyak ditunggu-tunggu oleh para pencinta drakor. Bagaimana tidak? Ada IU dan Park Bo Gum yang mengisi lini pemeran utamanya.

Aku sendiri baru menontonnya di akhir bulan April, dan selama itu juga aku berusaha menghindari segala jenis spoiler yang bertebaran di media sosial. Kesimpulanku setelah selesai menontonnya adalah, ini salah satu serial drama bergenre slice of life yang bagus banget buat ditonton.

Sinopsis

Ae Sun dan Gwan Sik sedang berjalan di ladang bunga canola

WLGYT adalah drakor yang menceritakan tentang perjalanan hidup seorang anak perempuan bernama Ae Sun. Kita akan melihat bagaimana kehidupan Ae Sun sejak ia masih kecil hingga dewasa dan memiliki anaknya sendiri, tentu tidak lepas dari kehidupan dan lingkungan sekitarnya. 

Kehidupan Ae Sun dibagi beberapa babak saat ia masih menjadi anak-anak, remaja, dewasa, hingga menjadi seorang ibu. Ae Sun kecil digambarkan sebagai anak pemberani yang gigih memegang mimpinya. 

Drakor ini menceritakan kehidupan secara umum, hal-hal biasa dan banyak dialami orang-orang. Nggak heran, ceritanya jadi sangat relatable, bahkan di beberapa bagian rasanya seperti melihat kehidupan sendiri yang dijadikan serial drama, haha, sambil ketawa getir. Contoh drakor yang bisa dibilang paling dekat dengan genre yang diusung WLGYT misalnya, Reply 1988. Kamu sudah nonton?

Sinematografi

Ae Sun mengejar Gwan Sik yang meninggalkan Pulau Jeju

Perjalanan hidup seorang anak bernama Ae Sun ini juga divisualisasikan dengan sinematografi yang apik. Nggak hanya memberikan visual yang indah tentang kehidupan di Pulau Jeju, WLGYT juga menjadikan visual sebagai media untuk menggambarkan suasana hati karakternya. Misalnya, lewat visual empat musim untuk menggambarkan perkembangan alur, situasi laut dan badai untuk merepresentasikan suasana hati Ae Sun dan Gwan Sik, dan masih banyak lagi. 

Drakor yang Puitis


Mimpi Ae sun adalah menjadi seorang penyair, cita-citanya konsisten diungkapkan sejak ia masih kecil. Hal yang membuatnya istimewa adalah bagaimana sutradara dan penulis membuat drama ini layaknya rangkaian bait-bait puisi yang menyentuh. A very poetic series. 

Ini adalah beberapa potongan puisi yang sangat menyentuh buat aku,
“I thought that once you grew up, your hands and heart would naturally become calloused. But everything’s still too hot for me. I get burned every day, but it hurts every time. Am I the only fool in the world? Is there anyone else adulting just fine?”-Ae Sun

"This loss is a hole, not one that can be filled, but one I will weave into the fabric of who I will become. You are a flower that bloomed only for a moment, giving a brief scent. I will remember forever." -Ae Sun

"Maybe your love is the only thing in this world that asks for nothing from me. And maybe, just by staying alive, by being here, I am giving more than I realize." - Geum Yeong

 Perjalanan Mimpi Seorang Ibu

Gwang Rye berbicara kepada Ae Sun tentang mimpi

Setiap orang bisa bermimpi, memiliki cita-cita, ambisi dan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam hidupnya. Kalimat tadi tidak sulit untuk dipahami, dan berlaku untuk siapa saja. Namun, bagi seorang ibu pada umumnya, kalimat itu tidak bisa diaplikasikan sesederhana itu. 

Tidak ingin memukul rata, namun banyak terjadi, terutama di lingkungan yang menganut sistem patriarki. When Life Gives You Tangerines memberikan gambaran bagaimana pada masa itu mimpi-mimpi perempuan dikerdilkan dan pendidikan dikesampingkan. 

When Life Gives You Tangerines seperti angin segar dan memberikan semangat untuk para ibu. Lewat kisah tiga generasi dari Gwang Rye-Ae Sun-Geum Yeong, drakor ini seolah memberikan afirmasi bahwa mimpi-mimpi perempuan bisa terus hidup, tak kenal kadaluarsa dan bisa diwujudkan.

Bagian ini, membuatku kembali merefleksikan kembali perihal mimpi seorang ibu. Sebagai seorang anak perempuan dan juga seorang ibu, aku ingin bilang, sebelum menjadi ibu, kita adalah perempuan, yang memiliki goals, cita-cita, dan ambisi. Jika saat ini rasanya belum tepat waktu untuk wujudkan mimpi, bukan berarti ia menjadi basi. Jika hari ini kita masih punya mimpi yang sama dengan 10-20 tahun lalu, itu bagus. Namun, kalau berbeda pun, tak apa.

Catatan Penting Tentang Patriarki

Ae Sun menghadang mobil

When Life Gives You Tangerines memiliki setting waktu di tahun 1950-an, jadi kebayang, ya, betapa patriarkisnya sistem masyarakat yang berlaku saat itu. Salah satu yang aku highlight perihal ini adalah, bagaimana sistem ini begitu subur di masyarakat dan dilanggengkan pula oleh perempuan. Namun, menurutku, mereka yang melanggengkan adalah mereka yang memiliki trauma(menjadi korban) karena hidup di tengah sistem ini.

Gwang Rye adalah anomali di tengah sistem masyarakat patriarki. Ia ingin anak perempuannya mengejar mimpinya untuk tetap sekolah, masuk ke perguruan tinggi dan jadi penyair, dari pada menjadi seorang haenyo yang setiap hari bertaruh nyawa. Ae Sun melepaskan mimpinya untuk bisa kuliah, namun tidak ingin nasibnya yang harus melayani keluarga suami, karena ekspektasi tradisi, diteruskan oleh anaknya.

"I don’t want her to set the table; I want her to flip the table.” - Ae Sun

Memiliki idealisme untuk menentang sistem adalah sebuah keberanian. Ae sun dan Gwang Rye adalah tokoh revolusioner nan progresif di drama ini. Dengan keteguhan yang dimilikinya, mereka pun tetap memiliki sisi kelembutan seorang ibu. A matriarch that you are! 

Penutup    

Gwang Rye dan Ae Sun

Aku bisa bilang drakor ini kaya akan makna yang terkandung di dalamnya. Beautifully written and magnificently crafted. Nggak heran, drama ini punya skor hampir sempurna di website IMDB dan Rotten Tomatoes. Well deserved! Buatku, When Life Gives You Tangerines adalah salah satu drama terbaik yang aku tonton di tahun 2025.

Ah, lega sekali akhirnya aku bisa menumpahkan kecintaanku dengan drama ini di sini. Buat kamu yang sudah nonton, apa yang membuat kamu terkesan dengan drama ini? Cerita di kolom komentar, yuk!

Ibu yang masih belajar,




Tiga tahun setelah terbit, aku baru bisa membaca novel Babel, karya R. F. Kuang. Ini adalah karya Miss Kuang pertama yang aku baca. Sebelum membaca novelnya, aku nggak membaca blurb, review atau sinopsis. Aku hanya tahu informasi bahwa ini adalah novel yang membahas tentang bahasa dan penerjemahan, sisanya aku nggak berekspektasi apapun...

Disclaimer: Kamu nggak akan dapat kritik negatif di tulisan ini, karena aku suka banget, tapi, aku tetap terbuka dengan diskusi dari sudut pandang yang berbeda :)

Newer Posts Older Posts Home

Tentang Saya

Halo! Terima kasih sudah mampir ke teras saya. Ini adalah teras untuk menepi sejenak dari dunia yang tergesa.

SUBSCRIBE & FOLLOW

POPULAR POSTS

  • A Warm Morning in the Park
  • Best Advice Before 30? Here is Mine...
  • Babel: Saat Bahasa Menjadi Senjata Kolonialisme
  • Catatan Resign: Persiapan dan Pergulatan Mental Setelahnya
  • When Life Gives You Tangerines (2025): Cerita Tentang Kehidupan dan Cinta Seorang Anak Perempuan

Categories

  • Cerita dari Layar 7
  • English Pages 2
  • Ibu Baca Buku 2
  • Marriage Life 1
  • Motherhood 4
  • Ruang Kontemplasi 6
  • Sudut Pandang 4
  • Tumbuh 3
  • Ulasan 1

Blog Archive

  • ▼  2025 (7)
    • June (1)
    • May (3)
    • April (2)
    • January (1)
  • ►  2024 (3)
    • November (1)
    • August (2)
  • ►  2022 (6)
    • December (1)
    • August (1)
    • March (1)
    • February (2)
    • January (1)
  • ►  2021 (7)
    • June (2)
    • April (1)
    • March (1)
    • January (3)
  • ►  2020 (5)
    • May (1)
    • March (1)
    • February (3)

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.

Blogger Perempuan

Blogger Perempuan

Designed by OddThemes | Distributed by Gooyaabi Templates