 |
Src: Youtube/SearchlightPictures |
Marc Webb adalah sosok yang ada di balik film drama romantis yang memecah penontonnya menjadi #TimTom dan #TimSummer, 500 Days of Summer. Di tahun 2017 ia menggarap film drama keluarga berjudul Gifted yang diperankan oleh Chris Evan dan Mckenna Grace. Setelah berkali-kali diingatkan untuk menonton film ini oleh teman saya, akhirnya saya memutuskan untuk menontonnya.
Apa sih yang dipikirkan saat melihat langit sore yang semburat berwarna jingga, merah menyala terkadang magenta yang megah? Jujur saja, dulu saya sering berpikir langit sore adalah salah satu cara penghiburan Allah terhadap jiwa-jiwa yang lelah. Momen berharga saat hati membuncah, setelah didera tugas dan pulang ke rumah.
Saat melihat senja apa sih yang dipikirkan? Apakah mereka yang banyak dipanggil "anak indie" yang mendengarkan musik yang dirilis secara independen dengan lirik lagu yang magis dan puitis hingga bringas dan cadas? Sebuah stereotip yang terlanjur merebak, padahal nggak selalu begitu.
Di hari ke-12 di Jogja, saya melihat langit sore di bulan April, semburat warna oranye di sawah lapang depan rumah keluarga. Di saat yang sama ada hal indah dan menghangatkan yang menyusup ke dalam hati, anehnya rasanya seperti sedang memetik buah hasil refleksi dari beberapa hari terakhir.
Sebelumnya seringkali melihat langit sore dari atas ketinggian lantai 19 atau di tengah kemacetan menuju rumah. Saat itu yang terpikir di pikiran adalah "Oh, ini hari dengan senja yang indah". Setelah menghabiskan beberapa waktu dengan orangtua, saya jadi berpikir, senja memang benar-benar waktu yang pas untuk menggambarkan orang yang menua, semakin bijak, indah, ingin selalu direngkuh, tapi cepat menghilang (ya walau kita sebenarnya tidak pernah tahu siapa yang benar-benar ada di penghujung usia).
Sore ini saat melihat langit menjelang waktu magrib, aku menyelipkan doa, "Ya Allah, aku ingin menua begini, indah, nyaman, dan nggak sendirian. Aku ingin menua begini, dinanti banyak orang. Aku juga ingin menua begini, semarak namun jauh dari kebisingan. Ya Allah, Aku mau menua seperti senja"
 |
imdb.com |
Rasanya memang sangat terlambat kalau saya baru menuliskan tentang film ini, saat ini. Walau Tabula Rasa sudah dirilis sejak 2014 silam, saya nggak menyesal baru menontonnya sekarang, karena setidaknya saya tidak melewatkan film Indonesia yang dikemas apik dan sangat humanis ini. Apalagi kemarin adalah Hari Film Nasional, saya jadi semakin semangat untuk bikin tulisan tentang film ini (iya, harusnya ini akan lebih tepat jika diposting kemarin, hehe).
 |
A morning selca |
Selama WFH saya jadi sering menonton Channel Youtube tante-tante Korea Selatan yang mengabadikan kegiatannya selama sehari. Ada yang mengulik resep untuk mengolah roti tawar, mie hingga memperlihatkan tugas-tugas domestik lainnya yang dikemas secara estetis dan lagu tema yang syahdu. Lengkap dengan baris demi baris skrip yang menunjukkan pikiran yang mindful dari perspektif seseorang yang selalu di rumah dan tetap mencapai kebahagiaannya. Nah, yang menarik dari vlog-vlog yang saya tonton ini adalah, mereka selalu memulai ceritanya dari kegiatan-kegiatan di pagi hari.
Ngomong-ngomong soal pagi, selama ini saya selalu percaya, mood di pagi hari sangat bisa mempengaruhi mood dalam satu hari penuh. If you're having a bad situation but you had a very good morning, you can easily take that as "challenge", otherwise it will be the same as bad luck. Mungkin ini hanya sesederhana "permainan kata" dalam mendefinisikan sebuah situasi ya, tapi untuk saya pribadi, ini punya dampak yang besar lho, terutama dalam menyikapi sesuatu.